SISTEM SARAF PUSAT SEBAGAI PENGENDALI GERAK REFLEKS


FISIOLOGI HEWAN
SISTEM SARAF PUSAT SEBAGAI PENGENDALI GERAK REFLEKS

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Dalam kegiatannya, saraf mempunyai hubungan kerja seperti mata rantai antara reseptor dan efektor. Reseptor adalah ujung-ujung saraf penerima rangsangan. Reseptor terdapat pada alat indera. Efektor adalah sel saraf yang mengirimkan tanggapan atas rangsang. Rangsangan (impuls) menyebabkan terjadinya perubahan dalam tubuh atau bagian tubuh. Rangsangan dapat berasal dari luar tubuh. Indra penerimanya disebut reseptor luar ekteroreseptor). Rangsangan dari dalam tubuh sendiri dapat berupa rasa lapar. Indra penerimanya disebut reseptor dalam (interoreseptor) (Armadi, 2012).
Pada tingkat yang paling sederhana, organisasi sistem saraf hanya tersusun atas sebuah neuron dengan dendrit dan akson.Meskipun masih sangat sederhana, dengan susunan sistem saraf yang demikian ternyata hewan mampu menanggapi berbagai perubahan di lingkungannya (Isnaeni, 2006: h. 78).
Berdasarkan uraian singkat diatas maka perlu untuk mengkaji lebih dalam dengan melakukan percobaan sistem saraf pusat sebagai pengendali gerak refleks.

B.  Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui macam-macam refleks yang dikendalikan oleh otak dan medula spinalis.

C.  Manfaat
Adapun manfaat dari percobaan ini adalah praktikan dapat mengetahui mekanisme gerak refleks yang ditanggapi oleh otak dan medula spinalis dari beberapa rangsangan yang diberikan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Sel saraf bekerja dengan cara menimbulkan dan menjalarkan impuls (potensial aksi). Impuls dapat menjalar pada sebuah sel saraf, tetapi juga dapat menjalar ke sel lain dengan melintasi sinaps. Penjalaran impuls melintasi sinaps dapat terjadi dengan cara transmisi elektrik atau transmisi kimiawi (dengan bantuan neurotransmitter) (Isnaeni, 2006: h. 82).
Komunikasi antara satu neuron dengan neuron lainnya atau dengan otot dan kelenjar melalui proses transmisi sinaptik. Pada transmisi sinptik terjadi sinaps (hubungan) dimana akson dari suatu neuron sel presinaps akan berhubungan dengan dendrit, akson, atau badan sel neuron postsinaps. Terdapat dua jenis transmisi sinaptik: transmisi sinaptik elektrik dan transmisi sinaptik kimiawi (Halwatiah, 2009: h. 29).
Menurut (Pratama, 2012) berdasarkan fungsinya sistem saraf dapat dibedakan atas tiga jenis :
  1. Sel saraf sensorik adalah sel saraf yang membawa impuls berupa rangsangan dari reseptor (penerima rangsang), ke sistem saraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang). Sel saraf sensorik disebut dengan sel saraf indera, karena berhubungan dengan alat indera.
  2. Sel saraf motorik adalah sel saraf yang membawa impuls berupa tanggapan dari susunan saraf pusat (otak atau sumsum tulang belakang) menuju ke atau kelenjar tubuh. Sel saraf motorik disebut juga dengan sel saraf penggerak karena berhubungan erat dengan otot sebagai alat gerak.
  3. Sel saraf penghubung disebut juga dengan sel saraf konektor. Hal ini disebabkan karena fungsinya meneruskan rangsangan dari sel saraf sensoris ke sel saraf  ke sel saraf motorik.
Neuron tersusun dalam sirkuit yang terdiri dari dua atau atau lebih jenis fungsional. Sirkuit neuron yang paling sederhana hanya melibatkan sinapsis antara dua jenis neuron, neuron sensoris dan neuron motoris. Masing-masing neuron sensoris mengirimkan sinyal dari reseptor sensoris ke neuron motoris, yang selanjutnya mengirimkan sinyal ke efektor. Hasilnya seringkali adalah suatu respons otomatis yang sederhana, yang disebut refleks (Campbell, 2004: h. 202).
Refleks terjadi lewat suatu lintasan tertentu disebut lengkung refleks, dengan komponen reseptor, neuron sensorik, neuron penghubung (di dalam otak dan medulla spinalis), neuron motorik dan efektor. Sebagian besar merupakan refleks yang rumit, melibatkan lebih dari satu neuron penghubung (Tim Dosen, 2012: h. 8).
Menurut (Hala, 2007: h. 88) fungsi utama sistem saraf adalah :
  1. Untuk mendeteksi, menganalisa, menggunakan, dan menghantarkan semua informasi yang ditimbulkan oleh rangsang sensoris (seperti panas dan cahaya) dan perubahan mekanis dan kimia yang terjadi di dalam lingkungan internal dan eksternal.
  2. Untuk mengorganisir dan mengatur, baik secara langsung maupun secara tidak langsung, sebagian terbesar fungsi tubuh, terutama kegiatan motoris, visceral, endokrin dan mental.

BAB III
METODE PRAKTIKUM

A.     Waktu dan Tempat
Adapun waktu dan tempat dilaksanakannya praktikum ini pada hari/Ttnggal senin, 7 Juni 2012. Pukul 15:00 WITA - selesai. Tempat Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi Lantai II Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar Samata-Gowa.     

B.     Alat dan bahan
1.   Alat
    Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah alat seksi, alat penghitung, bak plastik,  gelas piala 600 cc, lampu spirtus termometer, dan papan seksi.
2.    Bahan
     Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah katak (Rana cancarivora), dan kapas,

C.     Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja pada praktikum ini adalah :
1.    Katak normal
  • Meletakkan katak dengan posisi normal pada papan, mengamati posisi kepala, mata dan anggota geraknya.
  • Menghitung frekuensi pernapasan per menit dengan cara menghitung gerakan kulit pada rahang bawah.
  • Mengamati keseimbangan dengan cara meletakkan katak dalam posisi terlentang pada papan. Memutar papan secara horizontal, mengamati posisi dan gerakan kepala, mata dan anggota geraknya. Kemudian memiringkan papan perlahan-lahan sehingga kepala katak sedikit terangkat.
  • Memasukkan katak kedalam bak berisi air, amati cara berenangnya.
  • Mengeluarkan katak dari air, meraba kekenyalan otot kakinya
  • Meletakkan katak pada posisi normal kembali. Menarik salah satu kakinya ke belakang, meraba kekenyalan otot kaki tersebut dan kemudian melepaskannya.
  • Mencubit jari kaki dengan pinset
  • Memasukkan salah satu kaki kedalam gelas piala  berisi air (suhu kamar), kemudian memanaskannya
  • Memasukkan jari kaki yang lain ke dalam air panas (± 80oC)
2.    Katak coba
  • Merusak otak katak dengan single-pithing, mengistirahatkan katak selama 5-6 menit untuk menghilangkan spinal shock.
  • Memberi perlakuan seperti pada katak normal. Kemudian mengamati refleks yang terjadi.
3.    Katak coba
  • Merusak otak katak dengan double-pithing, mengistirahatkan katak selama 5-6 menit untuk menghilangkan spinal shock.
  • Memberi perlakuan seperti pada katak normal. Kemudian mengamati refleks yang terjadi

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.  Hasil Pengamatan
Adapun hasil pengamatan dari percobaan ini adalah
1.    KatakNormal
a.    Posisi katak
1)   Mata                      : Melotot
2)   Kepala                   : Mendongak keatas
3)   Alat gerak              : Melipat/jari kaki terbuka
b.    Frekeunsi pernapasan : 73/menit.
c.    Keseimbangan katak
Setelah diputar
1)   Mata                     : Melotot dan mengikuti arah putaran wadah
2)   Kepala                  : Mendongak keatas
3)   Alat gerak             : Jarinya terbuka
Setelah dimiringkan
1)   Mata                     : Melotot
2)   Kepala                  : Mendongak
3)   Alat gerak             : Menahan bobot badan agar tidak terjatuh
d.   Cara berenang : Menggunakan selaput renang dengan mata melotot dan kepala mendongak
e.    Kekenyalan otot : Memiliki tingkat kekenyalan otot yang tinggi.
f.     Reaksi ketika dicubit : Ada perlawanan/menarik kaki
g.    Kaki dipanaskan
1)      Suhu kamar : kaki katak tidak bergerak/bereaksi.
2)      Suhu 800 C : Kaki katak bereaksi sebelum mencapai suhu 800 C (berekasi pada suhu 400 C).
2.  Katak Coba (Single Pithing)             
a.    Posisi katak
1)   Mata                      : Sayu
2)   Kepala                   : Menunduk/datar
3)   Alat gerak              : Menyamping
b.    Frekuensi pernapasan : 33/menit.
c.    Keseimbangan katak
Setelah diputar
1)   Mata                     : Sayu
2)   Kepala                  : Menunduk
3)   Alat gerak             : Melengkung
Setelah dimiringkan
1)   Mata                     : Sayu
2)   Kepala                  : Miring
3)   Alat gerak             : Kaki menyamping
d.   Cara berenang : tidak ada reaksi ketika dimasukkan kedalam air
e.    Kekenyalan Otot : Memiliki tingkat kekenyalan otot yang rendah.
f.     Reaksi ketika dicubit : Menarik kaki dengan lambat
g.    Kaki dipansakan
1)   Suhu kamar : bereaksi pada suhu 50oC
2)   Suhu 800 C : Kaki katak bereaksi sebelum mencapai suhu 800 C (bereaksi pada suhu 690 C).
3. Katak coba (Double Pithing)
a.    Posisi katak
1)   Mata                     : Sangat sayu
2)   Kepala                  : Menunduk
3)   Alat gerak             : posisi kaki tidak beraturan
b.    Frekuensi pernapasan : 24/menit
c.    Keseimbangan katak
Setelah diputar
1)   Mata                     : Bola mata sangat sayu
2)   Kepala                  : Menunduk
3)   Alat gerak             : Tungkai depan dan belakang sangat terkulai.
Setelah dimiringkan
1)   Mata                     : Sangat sayu
2)   Kepala                  : Menunduk
3)   Alat gerak : Tungkainya tak bertahan dan langsung jatuh
d.   Cara berenang : Cara berenang dengan mengambang, dan kedua tungkainya tidak aktif bergerak.
e.    Kekenyalan Otot : Memiliki tingkat kekenyalan otot yang sangat rendah.
f.     Reaksi ketika dicubit : Tidak bereaksi ketika dicubit.
g.    Kaki dipansakan
1.    Suhu kamar : kaki katak tidak bergerak/bereaksi.
2)   Suhu 800 C  : Kaki katak bereaksi sebelum mencapai suhu 800 C (bereksi pada suhu 690 C).

B.  Pembahasan
Sistem saraf pusat sebagai pengendali gerak refleks merupakan sebuah mekanisme yang terjadi pada makhluk hidup, salah satunya katak sebagai bentuk pertahanan diri dari berbagai rangsangan yang diberikan. Pada pengamatan ini menggunakan katak (Ranacancarivora) sebagai sampel dalam mengamati berbagai gerak refleks. Pengamatan pertama menggunakan katak normal, pengamatan kedua dengan katak coba (Single Pithing), dan pengamatan ketiga dengan katak coba (Double Pithing).
Pada pengamatan pertama, beberapa rangsangan yang diberikan pada katak normal menghasilkan gerak refleks yang dikendalikan oleh otak dan sum-sum tulang belakang. Pada posisi normal katak mata melotot, kepala mendongak keatas, alat gerak melipat/jari kaki terbuka. Frekeunsi pernapasan 73/menit.Keseimbangan katak setelah diputar, posisi mata masih melotot, kepala mendongak ke atas, alat gerak berupa tungkai depan dan belakang masih melipat ke depan. Setelah dimiringkan posisi mata melotot, kepala mendongak, alat gerak bergerak aktif mempertahankan posisi agar tidak jatuh (tungkai depan dan tungkai belakang mencengkram kuat pada papan seksi). Cara berenang menggunakan selaput renang dengan mata melotot dan kepala mendongak. Memiliki tingkat kekenyalan otot yang tinggi. Bereaksi ketika dicubit dengan bergerak aktif untuk melepaskan diri dan menarik kaki. Setelah memanaskan air katak menggerakkan keluar kakinya dari air pada suhu 400 C dan sebelum mencapai suhu 80oC kaki katak bereaksi pada suhu 50oC. dari beberapa perlakuan tersebut katak menanggapi beberapa gerak refleks yang diberikan dengan cepat. Hal ini menunjukkan bahwa katak normal memiliki sistem saraf (otak dan sum-sum tulang belakang) yang baik dimana saraf-saraf tersebut dapat menghantarkan stimulus ke otak dan sum-sum tulang belakang dari resptor ke efektor secara cepat.
Pada pengamatan kedua, beberapa rangsangan yang diberikan pada katak coba (Single Pithing) menghasilkan gerak refleks dengan tanggapan yang lambat oleh efektornya. Pada posisi normal katak kepala yang menunduk/datar, mata sayu, dan alat gerak menyamping. Frekuensi pernapasan 33/menit. Keseimbangan katak setelah diputar, posisi mata sayu, kepala datar, alat gerak berupa tungkai depan dan belakang menyamping. Setelah dimiringkan posisi mata sayu, kepala datar, alat gerak berupa tungkai depan dan belakang mencengkram lemah pada papan seksi. Cara berenang tidak memperlihatkan reaksi. Memiliki tingkat kekenyalan otot yang rendah. Bereaksi kurang baik ketika dicubit (lambat). Kaki katak bereaksi lambat keluar dari air ketika dimasukkan dalam air  pada suhu 500 C. Dari beberapa perlakuan dtersebut katak menanggapi beberapa gerak refleks yang diberikan dengan lambat Kurangnya aksi refleks ini dikarenakan sistem saraf pusat yakni otak telah mengalami kerusakan pada saat melakukan single pithing. Kerusakan sistem saraf pusat menyebabkan reaksi efektor terhadap beberapa impuls rangsangan berjalan lambat.
Pada pengamatan ketiga, beberapa rangsangan yang diberikan pada katak coba (Double Pithing) menghasilkan gerak refleks dengan tanggapan yang sangat lambat oleh efektornya dan beberapa respon yang diberikan tidak ditanggapi. Pada posisi normal katak kepala menunduk, mata sangat sayu, dan alat gerak berupa tungkai depan dan tungkai belakang  terlentang. Frekuensi pernapasan 24/menit. Keseimbangan katak setelah diputar, posisi mata sangat sayu, kepala menunduk, alat gerak berupa tungkai depan dan belakang sangat terkulai. Setelah dimiringkan posisi mata sangat sayu, kepala menunduk, alat gerak berupa tungkai depan dan belakang tidak mampu lagi mencengkram pada papan seksi sehingga katak terjatuh. Cara berenang tidak memperlihatkan gerakan pada tungkai depan maupun belakang. Memiliki tingkat kekenyalan otot yang sangat rendah. Tidak bereaksi ketika dicubit. Kaki katak mulai bereaksi dengan lambat dari dalam air pada suhu 680 C. Lemahnya respon refeks ini dikarenakan sistem saraf pada otak dan sum-sum tulang belakangnya (medulla spinalis) tidak mampu merespon dan memberi menghantarkan perintah terhadap impuls saraf ke efektor.
Dari ketiga perlakuan berbeda tersebutdapat dipahami bahwa otak dan sum-sum tulang belakang memiliki fungsi yang sangat penting dalam proses terjadinya gerak refleks sebagai respon terhadap suatu rangsangan. Refleks yang dikontrol oleh saraf spinal pada katak antara lain; reaksi ketika dicubit, perubahan mata, reaksi ketika kaki dipanaskan, sedangkan refleks yang dikendalikan oleh saraf kranial katak antara lain; frekuensi pernapasan, gerakan kepala, kekenyalan otot, cara berenang, dan gerak tungkai depan dan belakang.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A.  Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah sistem saraf  pusat yaitu otak dan sum-sum tulang belakang merupakan pusat kordinasi dari beberapa gerak tubuh termasuk gerak refleks. Gerak refleks sangat berpengaruh terhadap stimulus yang disampaikan oleh sistem saraf pusat dari reseptor kepada efektor. Sebagai contoh refleks yang dikontrol olehotak atau saraf kranial katak meliputi frekuensi pernapasan, gerakan kepala, kekenyalan otot, cara berenang, dan gerak tungkai depan dan belakang. sedangkan refleks yang dikendalikan oleh sumsum tulang belakang atau saraf spinal pada katak meliputi reaksi ketika dicubit, perubahan mata, reaksi ketika kaki dipanaskan,

B.  Saran
Adapun saran untuk praktikum ini agar praktikan mengamati dengan baik setiap perubahan refleks pada katak dengan beberapa perlakuan berbeda agar praktikan dapat mengetahui peranan sistem saraf pusat dalam menanggapi impuls saraf.

DAFTAR PUSTAKA

Armadi. Gerak refleks. Blog Armadi. http://armadibioz.wordpress.com (2 Juni 2012).
Campbell, Neil A.  Jane B. Reece, dan Lawrence G. Mitchell, Biologi Edisi ke 5 Jilid 3. Jakarta: Erlangga, 2004.
  
Halwatiah,  Fisiologi. Makassar: Alauddin press, 2009.
Isnaeni, Wiwi. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Kanisius, 2006.
Tim Dosen, Penuntun Praktikum Fisiologi Hewan. Makassar: UIN Alauddin Makassar, 2012.
Pratama, Tomi. Gerak Refleks. Blog Tomi. http://thetom022.wordpress.com (2 Juni 2012).

Related Posts

Subscribe Our Newsletter